Review Book: Sapiens
Yuval Noah Harari
Buku ini keren dan menakutkan. Menjelaskan evolusi manusia dari sejak pemburu-pengupul, petani, hingga manusia era modern. Hmm, memang sih masih belum jelas evolusi biologis tingkat DNA bagaimana spesies homo sebelum ini menjadi Homo sapiens, manusia modern. Yuval menulis, enam juta tahun yang lalu, satu kera betina memiliki dua putri, satu putri menjadi nenek moyang simpanse, yang lain menjadi nenek moyang kita. Yang jelas evolusi membutuhkan waktu yang lama. Homo sapiens, manusia modern sekarang berumur 50.000 tahun, dan sejak 10.000 tahun yang lalu, kita (Homo sapiens) adalah satu-satunya spesies manusia? Mengapa? Beginilah menariknya Yuval bercerita, mengapa membutuhkan jawaban yang panjang, hingga bagaimana?
Revolusi kognitif, adalah jawabannya. Sapiens merupakan spesies minoritas kala itu karena memiliki tubuh yang lebih kecil dibanding spesies homo lain, salah satu alasannya karena sebagian energi (makanan) disalurkan ke otak. Sapiens memiliki kemampuan komunikasi jauh lebih baik. Atas alasan ini, sapiens memiliki kongsi yang lebih baik juga. Mungkin sapiens kalah kuat dibanding neandertal, tapi kalau debat sapiens juara. Kognitif juga menjadi pertanda dimulainya eksodus dari Afrika ke seluruh penjuru dunia. Neandertal tidak memiliki kemampuan menjelajah layaknya sapiens. Eits, kemampuan membuat peralatan juga lebih baik, makanya, yang awalnya sapiens hanya dapat sisa makanan, ia mampu memuncaki piramida makanan.
Sapiens mengalami revolusi pertanian. Awal hidup sapiens sebagai pemburu-pengupul yang terus berpindah tempat, menjadi seorang petani, memiliki lahan, menggarap, menyemai, dan memanen. Aktivitas bertani ini membutuhkan tempat sehingga sapiens mulai bermukim, hingga mereka membentuk sebuah desa, kesukuan, hingga saat ini NEGARA.
Sapiens kala itu bertani untuk mencukupi kebutuhan diri sendiri dan koloni. Namun, semakin banyaknya yang bertani, keragaman domestikasi benih juga semakin bervariasi, akhirnya muncul BARTER. Sistem ekonomi awal yang diterapkan sapiens. Revolusi pertanian juga menghasilkan domestikasi hewan, anjing, kerbau, untuk membantu pertanian dan kemudian melebar menjadi peternakan, yah maksudnya domestikasi hewan tadi.
Setelah pertanian revolusi selanjutnya adalah sains yang berkelindan dengan revolusi industri. Revolusi sains, meskipun aku background-nya sains (teknologi) merasa creepy uga. Kita kilas balik sejarah bentar, World War II ada karena (selain ideologi) perang industri. Sains melahirkan pemikiran yang luar biasa liar, Hitler menyatakan bahwa ras Arya adalah ras terbaik, maka ras selain Arya harus dibunuh biar ga merusak struktur genetik manusia. Logis kan. Sebenarnya ini dilema, misal sains di bidang kedokteran dengan kalimat: “ini diperuntukkan untuk menyembuhkan”, manusia membuat obat untuk mengobati berbagai macam penyakit yang dulunya mematikan. “Mencegah lebih baik dibanding mengobati”, pencegahan terhadap penyakit juga ga tanggung-tanggung kecepatan sains dan teknologinya. Obat, operasi, gene editing, manusia jadi meta-human tanpa celah, cyborg, AI. Mungkin evolusi manusia bukan hanya tingkat biologis saja, melainkan teknologi juga berperan.
Dibanding pertanyaan “Manusia mau jadi apa?”, manusia lebih memilih untuk “Manusia menginginkan apa?”, bahkan kematian, suatu saat bukan keputusan Tuhan, melainkan keputusan manusia yang menginginkan untuk mati. Sama halnya dengan kehidupan, kematian adalah keputusan manusia tentang jiwa yang lain dan mereka. Kehidupan dapat diatur penanggalannya, kematian juga. Suatu saat jangan heran jika banyak menginginkan mati di tanggal-tanggal cantik, layaknya mereka memutuskan tanggal kehidupan bayi manusia dimulai.
Selain menciptakan sistem ekonomi baru dan negara, revolusi pertanian juga mendatangkan agama yang mulai terpusatkan pada bentuk tertentu. Maksudnya, pada suku atau negara tertentu telah disepakati ritus dan ritual agama. Agama bagian dari spiritualitas yah. Nah, kata Yuval ada tiga faktor penyatu sapiens: uang, imperium, dan agama. Ketiganya disebut Yuval sebagai “Tatanan Khayalan” — imagined orders, yang sangat pelik awalnya buat dicerna, tapi maknanya keren sih, buat aku punya sudut pandang baru.
Tatanan khayalan adalah sebuah mitos yang digunakan untuk mengikrarkan banyak populasi manusia menjadi sebuah kesatuan. Negara, imperium, kesukuan, hukum, uang, bahkan agama adalah sebuah tatanan khayalan. Eits, tunggu tatanan khayalan bukanlah konspirasi jahat ataupun ilusi tak bermanfaat. Namun tatanan khayalan adalah satu-satunya cara manusia dalam jumlah snagat besar dapat bekerja sama secara efektif (p. 131). Begitulah dunia bekerja. Lantas bagaimana dengan agama yang memang dari Tuhan ?
Ini pendapat pribadi sih: kayaknya Tuhan sengaja membuat agama buat manusia, hehe, kek tahu aja yah. Toh, kita menyembah Tuhan atau ga, Tuhan yah tetap Tuhan, ga akan berkurang Dzat-Nya. Agama, punya implikasi yang lebih besar buat manusia, bukan hanya tentang perintah dan larangan, atau hanya tentang bagaimana menyembah Tuhan. Tapi, lebih besar lagi, agama dapat mengikat manusia yang tidak bisa diikat negara dan uang. Sekarang, coba, yang mau mengabdi di daerah terpencil tanpa dapat uang, keuntungan, gaji, kebanyakan adalah pemuka agama, ustadz, uskup, bikkhu, dan mereka yang mendermakan hidupnya kepada agama. Misal kasus ACT, kok bisa dapat dana sebegitu banyak, yah karena mereka ngiklan pakai hadits, ayat quran. ISIS, perang salib, kok mau-maunya loh, yah karena ada janji Tuhan yang mereka percaya. Kekuatan agama dahsyat yah !!! baik untuk kebaikan maupun dibuat alibi kepentingan yang buruk.
Kekuatan agama ini lah, harus tetap dijaga dalam perilaku baik. Jangan sampai dibuat untuk hal yang merugikan kemanusiaan. Iman, iman, iman, iman kepada imagined orders, ga semua yang ga terlihat itu ga ada. Mata kita cuma dikasih kesempatan melihat selebar 0,00000000003 cm aja. Jadi sadar yah bwang.
Ah banyak sih buku ini ceritanya… bagus banget, banget bagusnya kebangetan. Hehe. Beli gih.
Terima kasih Yuval Noah Harari atas bukunya yang sangat bagus. Insya Allah, saya ada niat ziarah ke Yerusalem, ketemu yah disana. Aaamiin.